Senin, 12 September 2016

Kilas Balik Perjalanan Mengabdi di Desa Rawa Kidang

Oleh: Devi Andita Octavia

                 KKN Sebagai Wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi
Hari demi hari berlalu begitu cepat. Tanpa terasa semester tujuh sudah di depan mata, yang akhirnya sampai dimana saya harus mengaplikasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pengabdian Kepada Masyarakat. Di dunia kampus, pengabdian kepada masyarakat ini disebut dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Selama kuliah dari semester satu sampai enam, saya lebih sering bergulat di dalam ruangan kelas, dengan buku ataupun jurnal. Saat KKN inilah ilmu pengetahuan yang selama di ruangan kelas telah saya peroleh, dimanfaatkan untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan berkontribusi secara nyata untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
Persepsi saya sebelum pelaksanaan KKN berjalan adalah, kegiatan ini sangat menguras tenaga dan pikiran. Terlebih mengetahui bahwa saya akan tinggal sebulan lamanya dengan orang-orang baru dan tidak saya kenal sebelumnya. Ada perasaan bingung, cemas, juga senang dengan adanya kegiatan KKN ini. Bingung dan cemas mengetahui bahwa saya akan tinggal dan mengabdi sebulan lamanya di suatu tempat yang tidak saya ketahui, dan  dengan orang yang belum dikenal sebelumnya merupakan hal yang menurut saya wajar terjadi.
Selain itu, kekhawatiran saya terhadap pelaksanaan KKN ialah kami selaku mahasiswa datang ke suatu desa dengan membawa amanah yang besar, yakni saya dituntut untuk menerapkan ilmu yang telah saya peroleh di kampus, memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, serta memberikan kontribusi nyata untuk masyarakat. Terlebih saya tidak mengetahui bagaimana adat istiadat, kebiasaan dan budaya masyarakat desa tersebut. Bisa saja apa yang selama ini saya anggap lumrah sebagai suatu kebiasaan, namun tidak seperti itu bagi masyarakat di desa tersebut. Satu hal yang juga penting dalam menjalankan amanah ini yaitu, saya harus memberikan citra positif sebagai mahasiswa, terlebih dengan membawa nama besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebelum pelaksanaan KKN, tentu ada tahap persiapan. Persiapan pelaksanaan KKN ini memakan waktu sekitar kurang lebih empat bulan lamanya. Mulai dari pendaftaran, pembekalan calon peserta, penetapan kelompok dan dosen pembimbing, survei lokasi dan pembuatan proposal, sampai kepada tahap pelaksanaan KKN.
Seiring berjalannya waktu, sampailah kami pada saat-saat mendekati pelaksanaan KKN. Namun program kerja yang akan kami laksanakan di desa tersebut belum jelas bagaimana konsep dan kapan saja waktu pelaksanaannya. Hal tersebut membuat saya sedikit khawatir saat pelaksanaan KKN nanti, apakah akan berjalan dengan lancar ataukah penuh dengan rintangan. Rintangan pasti ada, namun saya berpikir apakah saya dan teman-teman mampu menghadapi rintangan tersebut?  Kembali lagi pada kekhawatiran pertama, yaitu kami baru saja dipertemukan kurang lebih empat bulan persiapan, dan belum mengenal karakter dari masing-masing orang. Apakah  saya dan teman-teman mampu meredam ego pribadi saat pelaksanaan KKN nanti? Apakah saya dan teman-teman mampu beradaptasi dengan lingkungan baru serta memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat desa? Itulah beberapa kekhawatiran saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung.
Namun dibalik semua itu ada perasaan senang mendapatkan sepuluh teman baru yang akan memberikan warna di kehidupan saya, selama sebulan pelaksanaan KKN. Teman baru yang akan saya jadikan bahan cerita kepada anak-cucu saya nanti. Teman baru yang akan memberikan banyak pelajaran berharga untuk kehidupan saya yang akan datang.
Ya, itu semua yang ada di benak saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung...

Kebersamaan Menjadi Persaudaraan
Setiap perjalanan pasti mempunyai banyak hal yang terkenang, baik kenangan manis, pahit, ataupun asam. Kemudian kenangan tersebut membaur menjadi satu sehingga menghasilkan rasa yang penuh warna, penuh arti. Seperti kisah perjalanan 11 mahasiswa yang tengah menjalankan kewajiban mereka, yakni mengabdi di sebuah desa yang berada di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Desa Rawa Kidang, Kecamatan Sukadiri.
Pada tahap pembekalan calon peserta, saya mendapati masuk ke dalam kelompok 225. Kemudian PPM mengarahkan semua calon peserta untuk berkumpul dengan kelompok masing-masing. Akhirnya saya dan seluruh anggota kelompok 225 bertemu untuk pertama kalinya di Auditorium Harun Nasution. Pada saat itu pula kami memperkenalkan diri masing-masing dan mulai menyusun struktur kepengurusan kelompok KKN.
Setelah pertemuan pertama tersebut, saya dan teman-teman bertemu kembali untuk membahas apa saja yang akan dipersiapkan jauh-jauh hari. Saat itu pula dicetuskanlah sebuah nama untuk kelompok kami, yaitu Al-Adiyat. Al-Adiyat ini sendiri merupakan akronim dari Aliansi Pengabdi Masyarakat. Sesuai dengan misi kami yang akan memberikan pengabdian terbaik untuk masyarakat Desa Rawa Kidang.
Selama masa persiapan pelaksanaan KKN ini, saya mencoba untuk mendekatkan diri dengan teman-teman lainnya. Hal ini saya lakukan untuk mengenal bagaimana karakter dari masing-masing orang.
Sedikit mengenalkan, saat pelaksanaan KKN berlangsung, kelompok kami tinggal di RW 03 Desa Rawa Kidang. Saya dan teman-teman perempuan (Qonita, Nadia, Fina dan Wulan) menempati rumah kediaman Bapak H. Andy, dan para laki-laki (Fariz, Alwi, Angri, Febri dan Awal) menempati Kantor Urusan Agama (KUA) yang lokasinya persis di sebelah rumah Bapak H. Andy.
KKN yang saya rasakan cukup jauh berbeda dengan apa yang saya pikirkan sebelumnya. Awalnya saya berpikir tinggal sebulan lamanya di suatu tempat yang asing merupakan hal yang sulit. Terlebih saya termasuk orang yang jarang jauh dari rumah. Tetapi hal tersebut jauh berbeda dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.
Merasakan tinggal sebulan di tempat baru dan dengan teman-teman baru ternyata sangat amat menyenangkan dan penuh cerita. Masing-masing dari kami memiliki ciri khas sendiri yang tidak dapat saya lupakan. Kebiasaan-kebiasaan dan hal-hal menarik dari teman-teman menjadi sebuah memori yang melekat di benak saya.
Mulai dari Qonita, perempuan yang jika sudah cerita, asik sekali. Selain itu dia merupakan chef di kelompok ini. Wulan, perempuan yang sering menyerobot antrian mandi, namun sering membawa amunisi perut untuk kita semua.  Fina, perempuan yang pandai dalam bernegosiasi dan memberikan saya inspirasi dalam berpenampilan, ia juga sering membawa amunisi daging rendang untuk kita. Nadia, perempuan yang sering memberikan motivasi seputar masalah kehidupan dan teman ngerumpi di teras dapur. Nur, perempuan yang selalu mandi pertama dan membangunkan penghuni kamar untuk shalat subuh, ia juga sangat senang bernyanyi. Fariz, lelaki yang memiliki tatapan tajam dan suka bereksperimen memasak. Febri, lelaki humoris yang sering membuat ulah konyol tetapi mempunyai suara merdu. Alwi, lelaki yang hobinya berbicara dan dapat tertawa lebar meskipun hal tersebut tidak lucu. Angri, lelaki dengan suara merdu dan banyak memikat hati gadis desa. Serta Awal, lelaki pendiam dan misterius, namun mudah berbaur dengan anak-anak desa.
Pada minggu pertama pelaksanaan KKN, masih terasa sedikit canggung antara kami. Para wanita masih sedikit malu-malu ketika berada di kamar. Namun saya dan teman-teman perempuan menyiasatinya dengan sering bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing, mulai dari kehidupan keluarga, perkuliahan, sampai masalah asmara. Lama kelamaan kami banyak mengetahui tentang kehidupan masing-masing, dan itulah yang membuat saya dan teman-teman perempuan menjadi semakin akrab setiap harinya, sehingga tak ada lagi rasa malu satu sama lain.
Saya merasa keakraban yang tercipta pada para perempuan merupakan keakraban yang benar-benar secara natural tercipta. Saya merasa seperti mempunyai 5 saudari kandung yang seumuran. Hampir setiap hari kami bertukar cerita, baik itu saat kami memasak, saat mencuci baju, saat ingin tidur, saat bangun tidur, saat waktu luang, dan saat ada kegiatan.
Selain banyak bertukar cerita, saya dan teman-teman perempuan juga selalu berbagi saat memiliki sesuatu, rasanya seperti barang milik bersama. Seperti gantungan baju yang dipakai oleh siapa saja yang membutuhkan, detergen yang dibawa oleh Wulan dan Nadia juga dipakai bersama, saling pinjam meminjam kerudung, baju, bahkan kaus kaki. Saya dan teman-teman perempuan juga memiliki rutinitas belanja makanan ringan untuk persediaan di kamar, dan sama seperti sebelumnya, kami selalu bersama-sama makan makanan tersebut meskipun bukan merupakan orang yang membelinya.
Ada satu hal yang saya syukuri dari kebersamaan dalam KKN ini, yaitu saya dan teman-teman alhamdulillah dapat makan dengan cukup dan baik. Saya sendiri merupakan perempuan yang tidak mempunyai keahlian memasak, begitupun dengan Nadia. Setiap saya dan Nadia mendapat giliran memasak, hampir setengah atau bahkan semua anggota turun ke dapur untuk membantu saya. Antara ingin membantu atau mereka takut merasakan makanan yang kurang lezat, yang terpenting saya dan Nadia selalu mendapat bala bantuan sehingga tidak kebingungan sendiri. Banyak dari perempuan yang memang memiliki keahlian memasak dan dapat dikatakan sangat baik untuk kalangan mahasiswa, seperti Qonita, Fina dan Nur. Qonita pula yang selalu menuruti keinginan menu makanan saya dan teman-teman, mulai dari nasi uduk, soto ayam, singkong coklat keju, seblak dan masih banyak lagi.
Seperti yang saya katakan di awal sub ini, karena tempat tinggal antara perempuan dan laki-laki terpisah, hal tersebut menjadi sebuah kendala kecil dalam kelompok. Karena tempat yang terpisah, komunikasi perempuan dan laki-laki sedikit lebih sulit daripada kelompok yang tinggal bersama di satu rumah.
Sedikit kesulitan dalam berkomunikasi inilah yang membuat seringnya terjadi kesalahpahaman persepsi antara perempuan dan laki-laki. Karena antara perempuan dan laki-laki tidak berada dalam satu bangunan yang sama, maka apabila dari pihak perempuan memiliki persepsi yang mengganjal di hati, tidak dapat langsung diutarakan kepada pihak laki-laki, begitu pun sebaliknya.
Saya banyak belajar mengenai arti kehidupan selama perjalanan mengabdi ini. Saya belajar untuk bangun pagi tepat waktu, belajar mengatur waktu dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya. Dari teman yang lain saya juga belajar memahami, toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Selain itu kegiatan ini mengajarkan saya untuk bergerak mandiri dan tidak boleh bergantung dengan orang lain. Tak jarang diantara kami terjadi perbedaan pendapat, namun dari situlah kami belajar saling memahami akan sikap dan sifat antar pribadi.
Kekhawatiran saya mengenai KKN sebelum pelaksanaan dimulai ternyata merupakan hal yang seharusnya tidak perlu saya khawatirkan, karena saya dan teman-teman dapat menghadapi berbagai rintangan yang ada dalam perjalanan ini. Kami pun sedikit banyak belajar bagaimana saling menghargai, saling meredam ego masing-masing, dapat bersosialisasi dengan masyarakat secara baik, serta memberikan kontribusi yang berarti untuk masyarakat.
Satu hal terpenting yang juga sangat saya syukuri dari perjalanan pengabdian ini adalah, saya dipertemukan dengan orang-orang hebat, orang-orang yang dapat merubah saya menjadi pribadi yang lebih disiplin, dan orang-orang yang memberikan saya banyak inspirasi dan motivasi untuk menjalankan kehidupan selanjutnya. Banyak pelajaran berharga tentang kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, toleransi, serta bagaimana meredam ego masing-masing, menjadi suatu hal yang tidak dapat ditemui di ruangan kelas.
Tersadar masa pelaksanaan KKN sudah kita lewati bersama. Suka duka bercampur menjadi sebuah kisah dalam 32 hari yang istimewa. Bagi saya tidak ada yang lebih menginspirasi dari apa yang telah saya pelajari dari kalian semua. Tidak ada yang lebih membahagiakan saat kita dapat diterima dalam suatu lingkungan baru dan dapat saling belajar mengenai arti kehidupan.

Citra Rawa Kidang dengan Segala Pembelajarannya
Hamparan lahan persawahan sejauh mata memandang. Nampak padi-padi yang hijau dan sedikit kekuning-kuningan di sebelah kanan dan kiri jalan. Langit berwarna jingga kemerah-merahan, serta sedikit awan menambah eksotis pemandangan yang terlihat. Ada pula pesawat yang terlihat besar sedang menembus keeksotisan langit ciptaan Tuhan. Selain itu nampak pula beberapa ibu rumah tangga sedang mencuci baju di kali yang airnya berwarna kecoklatan. Juga anak-anak kecil sedang mandi dan bermain air di dekat barisan para pencuci. Di sudut lain terdapat pemandangan bebek sedang baris berbaris mengikuti arus kali yang mengalir. Terlihat sangat rapi dan juga menarik.
Hal tersebut yang saya dapati saat hampir tiba di rumah yang akan saya dan teman-teman tinggali. Pemandangan yang sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini saya rasakan. Tidak ada gedung-gedung tinggi, pusat perbelanjaan, bahkan kemacetan. Dalam hati saya bergumam, bertapa beruntungnya saya dapat merasakan tinggal di tempat yang jauh dari polusi, kebisingan, dan kesemrawutan jalan seperti yang sehari-hari saya rasakan ketika di Jakarta
Sekitar pukul lima sore saya dan barisan para pemotor (Qonita, Fariz, Alwi, Febri dan Awal) tiba di rumah tempat berteduh selama KKN berlangsung. Teman-teman yang lain sudah terlebih dahulu tiba disana.
Pada malam hari, Rawa Kidang berubah menjadi lautan gelap sejauh mata memandang. Hamparan hijaunya padi sama sekali tak terlihat oleh kasat mata. Aura seram sedikit saya rasakan ketika melewati area persawahan. Namun hal itu hanya terjadi ketika berada di area persawahan. Saat memasuki area perkampungan, sudah terang benderang lagi. Memang saat malam hari, di desa ini termasuk sepi. Banyak dari pedagang di pinggir jalan sudah menuutup dagangan mereka, padahal waktu belum terlalu larut. Segera setelah itu kami bergegas untuk merapihkan barang-barang, sedikit mengisi perut dan kemudian beristirahat, karena keesokan harinya perjalanan mengabdi kami akan dimulai...
Minggu pertama perjalanan mengabdi kepada masyarakat saya dan teman-teman lalui dengan silaturahmi ke masyarakat sekitar dan aparatur desa. Satu persatu aparatur desa kami kunjungi, mulai dari Bapak Kepala Desa, Bapak RW 03 dan 04, Bapak RT dari masing-masing RW, Ibu-ibu PKK, sampai kepada Paguyuban yang ada.
Mendapat respon positif dari masyarakat dan apatur desa merupakan hal terindah dari perjalan ini. Saya dan teman-teman mendapatkan sambutan hangat dan penuh kekeluargaan oleh masyarakat Desa Rawa Kidang. Saya melihat adanya harapan dari masyarakat kepada kami. Harapan untuk memberikan kontribusi nyata bagi  masyarakat desa.
Hari demi hari kami jalani dengan penuh semangat demi memberikan yang terbaik bagi desa ini. Selama 32 hari menjalani hidup di desa yang tenang dan berbeda dengan perkotaan, banyak kesan baik yang saya dapati. Masyarakat yang begitu hangat dengan kedatangan kami, sehingga membuat saya dan teman-teman merasa nyaman dan sulit melupakan kenangan ini. Ibu PKK yang selalu sigap ketika saya dan teman-teman membutuhkan bantuan, Bapak RT dan Bapak Jaro (RW) yang selalu ada untuk membantu merealisasikan program kami, Keluarga Bapak H. Andy yang berbaik hati menumpangkan kami untuk tinggal di tempatnya, dan memberikan beberapa kemudahan kepada kami untuk menjalankan program kegiatan, Ustadzah Nani yang sangat-sangat menerima dengan tangan terbuka atas kedatangan kami saat ingin membantu di TPA yang beliau jalani, Paguyuban Nol Tiga (PNT) RW 03 yang juga menyambut dan menerima kedatangan kami serta saling berbagi pengetahuan, Guru-guru SDN Rawa Kidang yang menerima kami dengan sangat baik ketika kami ingin berkegiatan di sana, serta masyarakat yang menerima dan ikut berpartisipasi ketika kami mengadakan kegiatan, serta Bapak dan Ibu petani yang selalu semangat memanen padi. Pada intinya, masyarakat Desa Rawa Kidang merupakan masyarakat yang ramah dan menerima dengan sangat baik kedatangan kami, selaku orang asing.
Selain masyarakat kalangan dewasa, ada pula anak-anak,  baik di Desa Rawa Kidang ataupun di Kampung Paburan Desa Rawa Kidang. Mereka sangat antusias dengan kedatangan kami di desa mereka. Mereka pun sangat giat dalam mendapatkan pendidikan. Mereka selalu semangat berangkat ke sekolah, antusias ketika mendapatkan pelajaran baru dari kami, mengikuti beberapa pengajian di TPA yang berbeda, bahkan tak bosan ditambah dengan mengikuti pelajaran tambahan yang kami adakan sebagai bimbel harian. Selain dalam urusan pendidikan, mereka pun semangat dan antusias ketika kami mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan pola hidup sehat, seperti berolahraga dan mengonsumsi makanan yang baik, seperti minum susu.
Selama tinggal sebulan lamanya di Desa Rawa Kidang, banyak pembelajaran yang dapat saya petik dan saya jadikan acuan untuk hidup yang lebih baik. Seperti belajar menghargai adanya orang baru yang datang ke kehidupan kita, belajar menghargai perbedaan yang ada diantara warga, belajar menjadi lebih peka dengan problematika lingkungan sekitar, belajar disiplin dan menghargai waktu,  belajar membimbing anak-anak, belajar gotong royong, dan segala hal positif lainnya yang sangat bermanfaat untuk kehidupan saya di masyarakat.

Mengabdi Agar Bermanfaat Bagi Sesama
Desa Rawa Kidang, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Desa tersebut menjadi salah satu tempat yang tidak akan saya lupakan. Sebuah desa yang memiliki pemandangan menenangkan, dengan hamparan sawah memenuhi sudut pandang siapapun yang melihatnya.
Selama menjalani masa KKN ini, sedikit banyak saya mengetahui kekurangan dan kelebihan desa dari seluruh hal yang ada. Kurangnya tempat pembuangan sampah di pinggir jalan, membuat masyarakat menjadi suka membuang sampah di pinggir jalan. Hal ini menyebabkan sampah menjadi berserakan hingga ke badan jalan, dan membuat pemandangan menjadi kurang indah.
Selain itu, kurangnya tenaga pengajar di TPA sekitar desa, menjadi hal yang perlu diperhatikan kembali. Dari segi keinginan untuk mendapatkan pendidikan, desa ini sudah cukup baik dari segi sarana dan prasarana pendidikan. Namun satu hal yang menjadi sorotan yaitu, kurangnya minat dari para pelajar untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena mereka berpikir bahwa pendidikan di Perguruan Tinggi tidak terlalu penting, mengingat dengan tamatan SMA pun sudah dapat bekerja dan mencari uang. Selain itu, ketakutan akan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua jika ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, menjadi salah satu alasan orang tua disana tidak menganjurkan anak-anak mereka untuk meneruskan pendidikan. Dari segi kesehatan, masyarakat kurang memperhatikan bagaimana menerapkan pola hidup sehat.
Hal inilah yang menjadikan saya dan teman-teman membuat program kerja yang sesuai untuk membantu mencerahkan dan memberdayakan masyarakat disana.  Mulai dari turut serta membantu memberikan pengajaran untuk Siswa SDN Rawa Kidang, membantu kegiatan di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) pada tiga titik lokasi,  memberikan bantuan kepada adik-adik yang ingin mendapatkan pelajaran tambahan, memberikan inspirasi dan motivasi kepada siswa SMA agar berminat melanjutkan ke Perguruan Tinggi, mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis, mengadakan berbagai perlombaan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, kegiatan jalan sehat setiap hari minggu, membuat tempat pembuangan sampah yang dibutuhkan oleh masyarakat, pengadaan fasilitas untuk TPA dan majelis seperti meja belajar-kipas angin dan karpet, pengadaan alat ibadah seperti mukena dan Al-Qur’an.

Dengan harapan semoga apa yang saya dan teman-teman lakukan selama masa pengabdian, dapat bermanfaat bagi kami sendiri dari segi pengalaman, relasi, ilmu dan amalan. Bermanfaat pula bagi masyarakat untuk kedepannya, sehingga terus menerus dapat dikenang dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Desa Rawa Kidang.

Selasa, 03 September 2013

cerita ospek~

Halloooo blog-ers.
Balik lagi sama gue, si kecil dari ciputat.
Kesempatan kali ini gue mau nyeritain masa-masa ospek gue di kampus. Okeh , cekidottt!
Setelah sekian lama melewati masa-masa dilema memilih jurusan serta memperjuangkan untuk mendapatkan satu kursi di PTN, akhirnya dengan restu dan izin Allah, gue ngedapetin apa yang gue inginkan, yaitu menjadi mahasiswi jurnalistik di salah satu Universitas berstatus Jakarta, tapi berlokasi di ciputat. Ya, tidak salah dan tidak bukan yaitu UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dengan penuh suka cita, gue mendaftarkan diri (daftar ulang) sampai daftar OPAK. OPAK itu nama kerennya ospek di UIN Jakarta. Kepanjangan OPAK itu sendiri yaitu Orientasi Pengenalan AKademik. OPAK di UIN Jakarta dilaksanakan pada tanggal 29-31 Agustus kemarin.
Dengan penuh gelora gembira, gue menyambut OPAK dengan semangat, sekaligus buat ajang modus sih, maklum mblo. OPAK hari pertama, para maba disuruh dateng ke fakultas  jam 5 pagi. Alhamdulillahnya jarak rumah gue ke kampus cuma memakan waktu 5 menit, hihi.

Pagi itu setiap fakultas udah dipenuhi para maba yang  lengkap dengan atribut mereka, termasuk gue. Gue, maba FIDKOM make atribut serba merah (Merah-merah, fakultas dakwah~). Dateng dengan wajah sumringah, padahal nyawa masih nyangkut di kasur.
Pukul 6 pagi, seluruh maba dari setiap fakultas dikumpulkan di lapangan, guna melaksanakan upacara pembukaan opak. Lapangan itu mendadak padat, ramai, sesak, dan penuh warna oleh masing-masing atribut tiap fakultas. FIDKOM khas dengan Merah, F. Ushuluddin khas dengan biru, F. Tarbiyah dengan hijaunya, dll. Lapangan juga mendadak ramai dengan yel-yel tiap fakultas. Masing-masing fakultas tidak mau kalah keras  menyanyikan yel-yel kebanggaan fakultas mereka. Semua maba dan senior menyambut dengan suka cita.

OPAK hari pertama merupakan OPAK Universitas. Di hari pertama juga ada penampilan demo UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) yang diadakan di Auditorium Dr. Harun Nasution. Auditorium pun mendadak ramai, padat, riuh, dipenuhi para maba yang akan melihat penampilan dari UKM-UKM tersebut. Semua penampilan UKM, mulai dari PSM (Paduan Suara), Teater Syahid, LPM Institut, FLAT, KALACITRA, dll dapat memikat setiap pasaang mata para mahasiswa baru, termasuk gue. Gue excited banget sama penampilan PSM dan Teater Syahid, walau akhirnya gue memutuskan untuk tidak ikut ukm tersebut-_-

OPAK pun berlanjut di hari kedua. Hari kedua merupakan OPAK Fakultas. OPAK Fakultas ini di warnai dengan materi-materi dari Dekan fakultas, dari bagian akademik fakultas, sampai demo LSO fakultas. LSO itu sendiri adalah Lembaga Semi Otonom yang ada di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Penampilan LSO-LSO yang ada di FIDKOM juga membuat sepasang mata gue serius memperhatikannya, mulai dari LSO VOC, KONTRAS, KMLA Garuda, SKETSA, Klise Fotografi, dll. Rasanya pengen ikutin semua LSO yang ada di Fakultas Dakwah~

Hari terakhir OPAK, masih tetep semangat dan antusias, walaupun berasa banget capeknya. OPAK ketiga itu OPAK Jurusan. Gue termasuk di Konsentrasi Jurnalistik. Opak hari itu, para maba di kumpulkan per jurusan, lalu dikenalkan  apa saja tentang jurusan tersebut, dikenalkan sama para senior dari jurusan itu, dikenalkan sama ketua jurusan, di kenalkan sama mata kuliah yang akan di tawarkan, dan lain-lain.
Selain berkumpul per jurusan, opak hari terakhir juga diadakan  lomba-lomba di FIDKOM. Mulai dari lomba yel-yel per kelompok, lomba dai, presenter, penyiar, king and queen sampai lomba debat. Tiap peserta lomba mengikuti lomba tersebut dengan penuh keantusiasan.

Akhirnya, pukul 21.00 opak di fakultas gue ditutup. Opak FIDKOM ditutup oleh dekan. Semua maba FIDKOM sudah sangat lelah malam itu. Tapi rasa senang, bahagia, bangga dapat menutupi kelelahan kami.
Oia, yang paling gue salut di OPAK kampus ini ga ada yang namanya “SENIORITAS”. Ga ada namanya “Bullying” kepada mahasiswa baru peserta OPAK. Ga ada yang namanya hukuman fisik maupun mental. Kalo di FIDKOM, hukuman cuma sekali pas pemeriksaan atribut. Itu juga hukumannya anti kekerasan, cuma joget Caisar seala kadarnya (asal-asalan).

Senior-seniornya juga sangat welcome kepada para maba. Mereka sangat friendly sama kita, saudara baru. Mereka menyambut kita sebagai saudara yang baru datang dari merantau dengan sangat hangat. Mereka asik-asik, baik-baik, lucu-lucu, cantik-cantik dan juga ganteng-ganteng, hahaha. Mereka tau saat kita para maba udah keliatan bosen dan capek, lalu mereka menghibur dengan cerita lelucon selucu mungkin yang dapat meningkatkan mood para maba.
Pokoknya, OPAK UIN Jakarta menjadi momen yang gak akan gue lupain. OPAK UIN juga menjadi ajang tebar modus dan terbar kode serta pendekatan bagi mereka-mereka yang single, termasuk gue..

(Sang merah-merah, fakultas dakwah, datang proaksi yang lain pada gerah~)

                                                                                                                                   Devi Andita Octavia,

                                                                                Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi

Selasa, 09 Juli 2013

cita-cita dari masa ke masa



Setiap orang pasti punya cita-citanya masing-masing. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sekalipun. Saat kita masih balita pasti pernah ditanya “apa cita-cita kamu saat sudah besar nanti?”.

Okey, kali ini gue mau berbagi cerita tentang perubahan cita-cita gue mulai dari balita sampai saat ini. Gue masih inget banget saat guru TK gue, namanya Bu Ojah, nanya “depi kalo udah besar mau jadi apa?”. Gue dengan polosnya jawab “mau jadi kasir, bu”. Ehm baiklah, saat itu gue anak  berusia lima tahun yang mempunyai cita-cita menjadi seorang kasir. Namanya juga anak-anak yang berpikir  kalo seorang kasir itu punya uang banyak banget, tiap hari cuma berkutik dengan uang dan komputer.

Beranjak ke jenjang sekolah dasar. Saat itu gue kelas dua. Ketika pelajaran bahasa Indonesia, guru gue nanya ke tiap anak tentang cita-cita mereka. Mungkin saat itu gue udah ngerti makna cita-cita sesungguhnya. Dengan mantap gue menjawab bahwa cita-cita gue mau jadi polwan. Simple aja, menurut gue yang saat itu berusia tujuh tahun, jadi polwan itu keren. Keren karena seorang wanita bisa jadi polisi. Dengan style rambut pendek, pakai seragam polisi, membawa pistol, itu hal yang cool bangeet.

Semakin gue bertambah umur, cita-cita gue berubah lagi (labil). Ketika umur gue sebelas tahun, dengan penuh keyakinan gue mau jadi dokter. Dokter itu keren banget. Pake jas putih, bawa stetoskop, bawa suntikan dan dikawal oleh para perawat. Dokter pekerjaan mulia, dan tentunya banyak uang haha. Bisa ngobatin orang sakit, dan satu lagi alesan gue bercita-cita jadi seorang dokter yaitu  kalo keluarga gue ada yang sakit, gak perlu susah susah berobat ke tempat lain. Cita-cita gue ini didukung sama orangtua. Ayah dan ibu gue juga berharap agar kelak gue bisa jadi dokter yang dermawan dan baik hati.

Tapi lama-kelamaan gue malah pengen jadi dokter hewan. itu cita-cita gue saat mau beranjak masuk smp. Entah apa alasannya gue memilih mau jadi dokter hewan, padahal ngeliat cicak sama kecoa aja takut. Pokoknya udah niat banget nanti kalo gede mau jadi dokter hewan. Namuuuuun lagi-lagi seiring berjalannya waktu cita-cita gue berubah (lagi). Saat smp (lebih tepatnya mts) kelas tiga, gue melupakan cita-cita sebagai dokter hewan dan membayangkan menjadi pramugari. Weitsss pramugari!! Wanita berparas cantik, badan semampai, berambut panjang, anggun. Tapi berhubung badan gue gak mendukung, dan mata gue pun minus, gue mengurungkan cita-cita itu dan beralih mau jadi penerjemah. Eaea translator lebih kerennya. Gue mau jadi penerjemah bahasa asing. Padahal gue gakbisa bahasa inggris, dan gak begitu fasih bahasa arab. Tapi gue bertekad mau jadi penerjemah.

Penerjemah orang-orang yang kesulitan berkomunikasi antar bahasa. Bagi gue, bahasa itu istimewa. Tanpa bahasa kita akan kesulitan berkomunikasi. Bisa sih pake bahasa isyarat, cuma ribet ah. Sebagai warga Negara Indonesia, tentunya gue juga sangat mencintai bahasa negri sendiri. Cita-cita gue sebagai translator semakin kukuh sampai memasuki kelas dua  aliyah. Kebetulan di aliyah gue ada pelajaran bahasa jepang. Dan I like it. Bahasa jepang bagi gue unik. Bukan hanya bahasanya, tapi gue juga suka kebudayaannya. Saat itu gue berpikir “oke, gue mau jadi penerjemah bahasa jepang.” Keyakinan gue makin bertambah saat Nur’aini sensei (guru bahasa jepang) gue cerita bahwa ada salah seorang temen kuliahnya yang sekarang jadi penerjemah bahasa jepang daaan dia udah keliling jepang bahkan ke beberapa Negara untuk menemani seorang direktur yang kesulitan berbahasa jepang dan inggris. Sensei juga cerita kalo beberapa temennya jadi karyawan di perusahaan besar yang masih ada kaitannya dengan jepang. Setelah mendengar cerita sensei tentang itu, gue mantap kalo kuliah nanti mau masuk  jurusan sastra jepang.

Meningkat ke kelas tiga aliyah, gue juga bercita-cita menjadi seorang pembaca berita tanpa melupakan cita-cita gue menjadi seorang penerjemah. Presenter berita idola  gue itu Putra Nababan. Menurut gue jadi seorang News reading itu keren. Seorang pembaca berita pasti wawasannya luas, pikirannya kritis, dan penampilannya menarik. Maka dari itu gue juga berpikir kalo kuliah nanti mau ngambil jurusan komunikasi.
Selain jadi penerjemah dan pembaca berita, gue juga pengen banget menjadi seorang penulis. Penulis idola gue itu Raditya Dika. Buku-buku bang radit membawa suasana baru di dunia sastra.

Dan sampai saat gue ngeblog tulisan ini, cita-cita gue tetep sama, yaitu mau menjadi seorang News Reading yang merangkap sebagai translator sekaligus penulis. Haha. Kebanyakan yaaaaa.
Pokoknya cita-cita gue itu gak mau hanya sekedar cita-cita, gue harus berusaha meraih dan mewujudkannya. Dengan usaha, keyakinan, kerja keras, do’a, keridha-an kedua orang tua, dan lain-lain, insyaAllah…

Kalo kata pepatah siiih “Raih-lah Cita-Cita mu Setinggi Langit”

Finally, itu cita-citaku, bagaimana dengan cita-citamu?!

Sabtu, 29 Juni 2013

Klasifikasi cewe berdasarkan tipe-nya.

Assalamu’alaikum para pembaca setia blog gue yang disayang ortunya, disayang kakak/adiknya, ataupun yang disayang pacarnya. Kali ini gue mau ngelanjutin  postingan gue yang kemaren tentang klasifikasi tipe-tipe cowo. Tadi gue baru aja ngobrol-ngobrol sama temen gue, namanya nanang. Dia ngasih saran supaya gue bikin perbandingan antara tipe cowo dan cewe. Eeem mungkin dia sebagai cowo merasa cewe juga banyak tipenya. Okelah saya akan mengabulkan permintaan tersebut.

Tanpa banyak cuap-cuap lagi, langsung aja cekidot ke tkp. Cusssss…..

Tipe-tipe cewe jaman sekarang versi gue sendiri

1. Cewe perfeksionis
Tau kan arti perfeksionis? Perfeksionis itu orang yang selalu menuntut kesempurnaan.  Cewe tipe ini selalu memperhatikan penampilan mereka, tingkah laku mereka sampai sedetail-detailnya.  Bahkan bukan cuma memperhatikan penampilan diri sendiri looh, biasanya cewe tipe ini juga suka memperhatikan kesempurnaan  oranglain, terutama pasangannya.  Jadi jangan heran kalau biasanya cewe tipe kayak gini tuh menuntut pasangannya dalam kategori “sempurna”. Padahal kesempurnaan itu cuma milik sang pencipta yaitu Allah SWT :D

2. Cewe melankolis
Cewe tipe kedua yaitu melankolis. cewe tipe ini hampir mirip perfeksionis. Mereka orang-orang yang terobsesi dengan karya yang paling bagus.  Cewe semacem ini sensitif banget. Makanya, kelemahan cewe melankolis itu mereka gampang banget dikuasain sama perasaannya sendiri. Dikit-dikit ga enakan, gak tegaan. Merka lebih suka menggunakan perasaannya ketimbang logikanya. Yaaah namanya juga wanita, perasaannya sensitip :p

3. Cewe bawel
Bagi sebagian cowo, cewe yang pinter ngomong itu punya nilai + tersendiri. Tapiiii pinter ngomong disini tuh bukan yang terlalu banyak omong. Menurut analisis gue, temen-temen cowo gue itu banyak yang kurang suka sama cewe yang terlalu banyak omong. Kalo menurut mereka, cewe bawel itu bikin pusing. Suatu hari pernah ada yang cerita sama gue kalo dulu dia punya pacar (sekarang mantan) yang bawelnya ampe ubun-ubun. Si cowo itu bilang ke gue kalo dia pusing nanggepin omongannya si cewenya itu. So, ladies liat sikon juga saat berbicara yah..

4. Cewe matre
Tipe ini udah biasa diperbincangkan banyak kalangan. Apalagi jaman sekarang, yang segala macem serba mahal. Yah cewe matre, bagi golongan ini materi itu segalanya..

5. Cewe sholehah
Jangan salah, dijaman globalisasi kayak sekarang ini masih ada kok cewe solehah. Gak cuma dipesantren aja, dilingkungan sekitar juga ada. Yaaa walaupun intensitasnya gak begitu banyak sih. cowo-cowo yang baik dan bener  pasti sangat mengidam-idamkan cewe tipe kayak gini.  Makanya, kalo kita wahai kaum hawa mau dapetin pasangan yang sholeh, rubah diri kita supaya jadi cewe yang sholehah :D

6. Cewe penuntut
Nuntut ini itu sama pasangannya merupakan tipe cewe selanjutnya. Biasanya tipe ini banyak maunya dan selalu mau-nya itu diturutin. Em hati-hati loh guys, cowo sangat gasuka sama cewe tipe ini. Bagi mereka cewe semacam ini bikin cape, gak ada abisnya.

Okeey, bahasan klasifikasi cewe berdasarkan tipenya versi gue mungkin cuma segitu. Hmm.. banyak orang tau kalo cewe itu sukanya diperhatiin, disayang, dan sebagainya. Tapii gak selamanya juga kan perhatian dan kasih sayang didapet dari pasangan (ex: pacar). Orangtua, sahabat, temen, kakak, adik, dll juga bisa kok ngasih perhatian dan kasih sayang mereka buat kita. Jadiiii para cewe-cewe gak usah terlalu galau-lah kalo pasangan kita gak begitu ngasih itu semua ke kita. Yang penting kita tetep ngasih itu semua ke mereka, nanti lama-kelamaan mereka juga sadar  (kalo sadar, kalo gak putusin ajah!! *sesat*)

Ternyata ngelompok-in tipe cewe itu lebih susah daripada sebaliknya. Mungkin karena gue cewe yah..
yaaaa baik cewe maupun cowo pasti ada kebaikan dan kejelekannya. Asal mau saling menerima dan saling melengkapi, mudah bukan?!
kalo gitu kayanya mendingan disudahi dulu, udah mulai ngablu nih nulisnya jadi kemana-mana. Sampai bertemu di postingan selanjutnyaaa~ muah muah :p


Jumat, 28 Juni 2013

Klasifikasi cowo berdasarkan tipenya.

Galau karna pacar?! Pikirin masa depan dulu!

Itu kalimat motivasi gue supaya gue gak akan galau lagi karna seorang cowo. mulai saat gue nulis ini! cowo itu makhluk Tuhan yang agak susah ditebak. Kalo menurut Raditya Dika, cowo itu cuma ada dua tipe. Kalo engga bajingan, dia homo. Hmm.. kalo dicermatin siiih, ada bener dan ada salahnya juga. Kalo diliat dari sudut pandang bener, emang rata-rata cowo itu cuma bisanya nyakitin cewe, bikin cewe galau, nangis, dsb. Cowo semacam itu yang bisa dikategorikan bajingan. Kalo cowo homo….. em no comment ah! Kalo dari sudut pandang salah.. baca terus kebawah yak!

Okey, to the point. Kali ini gue mau jabarin tipe-tipe cowo menurut sudut pandang gue sendiri. Kalo mau tau, stay terus baca ya! Kalo males, yaudah close aja haha. Cekidott!!
  
1    1.  Cowo cuek/dingin/acuh-tak-acuh.
Maksutnya cowo dingin itu bukannya cowo yang demennya ngadem didalem freezer atau sekedar ngadem di sevel ya. Kalo menurut gue, tipe cowo cuek disini itu cowo yang masabodo sama pasangannya. Mau pasangannya seneng, sedih, bête, kesel, ya dia “bodoamat”. Cowo tipe kaya gini tuh jangan dikasih ati, bisa-bisa dia ngelunjak.

2. Cowo gak peka.
Yah kalian pasti tau kan maksutnya cowo ini apa.. secara gitu cewe-cewe jaman sekarang kan sukanya main kode-kodean. Dikit-dikit kode. Tapi kodenya gak kebaca sama pasangannya, dia kesel. Banyak banget kasus cowo gak peka dalam hubungan perpacaran jaman sekarang.  Contohnya em sebut aja namanya Sekar.  Sekar : duh pulsa aku cuma cukup ngirim 3 sms nih | cowonya: yah.. | Sekar: gimana dong | cowonya: ya beli sana |
hahaaa gubrakkk!

3. Cowo dramatis
Jangan salah, cowo juga ada loh yang dramatis. Dijutekin pasangannya dikit, dia galau, ngetweet galau, bahkan yang paling akut tuh cowo yang sering nangis dibawah bantal karna hal-hal sepele. Yaaahh gentle dong, bos!

4. Cowo misterius
Cowo tipe kaya gini yang biasanya jadi pusat perhatian cewe. Karna ke-misterius-an-nya dia, cewe jadi berusaha nyari nyari info tentang dia. Eeits tapiii jangan terlalu misterius juga, bisa-bisa para cewe pada takut disangkanya cowo berstatus teroris.

5.  Cowo alim
Jaman sekarang banyak yg bilang kalo cowo gak ada lagi yg alim. Tapi nyatanya banyak kok temen-temen gue para lelaki yang alim. Bahkan sangat alim. Contohnya, sebut aja namanya jono. Jono seorang cowo yang alim banget. Saking alimnya dia gak mau deket-deket cewe, gak mau salaman sama guru cewe. Parahnya, kalo dibuku pelajaran ada gambar cewe gak pake kerudung, dia gambarin kerudung sendiri dibukunya itu. Subhanallaaah..

6.  Cowo dewasa
Dewasa disini bukan berarti om-om yaaa. Dewasa disini tuh bisa ngebawa pasangannya ke arah yang positif. Pikiran, sikap dan omongannya dewasa. Tapi jangan mentang-mentang dewasa, jadi gak punya selera humor. Selera humor pada diri laki-laki itu penting banget loh. Bener kan girls?!

7. Cowo humoris
Banyak cewe yang suka sama cowo yang punya selera humor tinggi. Sehingga bisa menghibur cewenya saat cewenya bête. Tapiiii ada juga cowo yang humoris parah. Segala situasi menurut dia itu bisa dijadiin candaan. Cowo kaya gitu biasanya susah diajak serius. Dikit-dikit bercanda. Capedeh…

Hm menurut gue sih segitu aja tipe tipe cowo. Mungkin kalo kalian ada tambahan, saran, kritik, tentang artikel ini bisa disampaikan. Yaa maklumlah baru pertama kali bikin artikel kaya gini. Hehehe. Maaf juga kalo ada cowo yang baca, terus tersinggung. Gue gak bermasuksud menjelek-jelekan atau apa. Okelah semoga para cowo bisa mengerti kelabilan cewe. Dan cewe bisa mengerti kecuekan cowo. Sekian.