Senin, 12 September 2016

Kilas Balik Perjalanan Mengabdi di Desa Rawa Kidang

Oleh: Devi Andita Octavia

                 KKN Sebagai Wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi
Hari demi hari berlalu begitu cepat. Tanpa terasa semester tujuh sudah di depan mata, yang akhirnya sampai dimana saya harus mengaplikasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pengabdian Kepada Masyarakat. Di dunia kampus, pengabdian kepada masyarakat ini disebut dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Selama kuliah dari semester satu sampai enam, saya lebih sering bergulat di dalam ruangan kelas, dengan buku ataupun jurnal. Saat KKN inilah ilmu pengetahuan yang selama di ruangan kelas telah saya peroleh, dimanfaatkan untuk bersosialisasi dengan masyarakat dan berkontribusi secara nyata untuk memajukan kesejahteraan masyarakat.
Persepsi saya sebelum pelaksanaan KKN berjalan adalah, kegiatan ini sangat menguras tenaga dan pikiran. Terlebih mengetahui bahwa saya akan tinggal sebulan lamanya dengan orang-orang baru dan tidak saya kenal sebelumnya. Ada perasaan bingung, cemas, juga senang dengan adanya kegiatan KKN ini. Bingung dan cemas mengetahui bahwa saya akan tinggal dan mengabdi sebulan lamanya di suatu tempat yang tidak saya ketahui, dan  dengan orang yang belum dikenal sebelumnya merupakan hal yang menurut saya wajar terjadi.
Selain itu, kekhawatiran saya terhadap pelaksanaan KKN ialah kami selaku mahasiswa datang ke suatu desa dengan membawa amanah yang besar, yakni saya dituntut untuk menerapkan ilmu yang telah saya peroleh di kampus, memberikan inspirasi bagi masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, serta memberikan kontribusi nyata untuk masyarakat. Terlebih saya tidak mengetahui bagaimana adat istiadat, kebiasaan dan budaya masyarakat desa tersebut. Bisa saja apa yang selama ini saya anggap lumrah sebagai suatu kebiasaan, namun tidak seperti itu bagi masyarakat di desa tersebut. Satu hal yang juga penting dalam menjalankan amanah ini yaitu, saya harus memberikan citra positif sebagai mahasiswa, terlebih dengan membawa nama besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Sebelum pelaksanaan KKN, tentu ada tahap persiapan. Persiapan pelaksanaan KKN ini memakan waktu sekitar kurang lebih empat bulan lamanya. Mulai dari pendaftaran, pembekalan calon peserta, penetapan kelompok dan dosen pembimbing, survei lokasi dan pembuatan proposal, sampai kepada tahap pelaksanaan KKN.
Seiring berjalannya waktu, sampailah kami pada saat-saat mendekati pelaksanaan KKN. Namun program kerja yang akan kami laksanakan di desa tersebut belum jelas bagaimana konsep dan kapan saja waktu pelaksanaannya. Hal tersebut membuat saya sedikit khawatir saat pelaksanaan KKN nanti, apakah akan berjalan dengan lancar ataukah penuh dengan rintangan. Rintangan pasti ada, namun saya berpikir apakah saya dan teman-teman mampu menghadapi rintangan tersebut?  Kembali lagi pada kekhawatiran pertama, yaitu kami baru saja dipertemukan kurang lebih empat bulan persiapan, dan belum mengenal karakter dari masing-masing orang. Apakah  saya dan teman-teman mampu meredam ego pribadi saat pelaksanaan KKN nanti? Apakah saya dan teman-teman mampu beradaptasi dengan lingkungan baru serta memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat desa? Itulah beberapa kekhawatiran saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung.
Namun dibalik semua itu ada perasaan senang mendapatkan sepuluh teman baru yang akan memberikan warna di kehidupan saya, selama sebulan pelaksanaan KKN. Teman baru yang akan saya jadikan bahan cerita kepada anak-cucu saya nanti. Teman baru yang akan memberikan banyak pelajaran berharga untuk kehidupan saya yang akan datang.
Ya, itu semua yang ada di benak saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung...

Kebersamaan Menjadi Persaudaraan
Setiap perjalanan pasti mempunyai banyak hal yang terkenang, baik kenangan manis, pahit, ataupun asam. Kemudian kenangan tersebut membaur menjadi satu sehingga menghasilkan rasa yang penuh warna, penuh arti. Seperti kisah perjalanan 11 mahasiswa yang tengah menjalankan kewajiban mereka, yakni mengabdi di sebuah desa yang berada di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Desa Rawa Kidang, Kecamatan Sukadiri.
Pada tahap pembekalan calon peserta, saya mendapati masuk ke dalam kelompok 225. Kemudian PPM mengarahkan semua calon peserta untuk berkumpul dengan kelompok masing-masing. Akhirnya saya dan seluruh anggota kelompok 225 bertemu untuk pertama kalinya di Auditorium Harun Nasution. Pada saat itu pula kami memperkenalkan diri masing-masing dan mulai menyusun struktur kepengurusan kelompok KKN.
Setelah pertemuan pertama tersebut, saya dan teman-teman bertemu kembali untuk membahas apa saja yang akan dipersiapkan jauh-jauh hari. Saat itu pula dicetuskanlah sebuah nama untuk kelompok kami, yaitu Al-Adiyat. Al-Adiyat ini sendiri merupakan akronim dari Aliansi Pengabdi Masyarakat. Sesuai dengan misi kami yang akan memberikan pengabdian terbaik untuk masyarakat Desa Rawa Kidang.
Selama masa persiapan pelaksanaan KKN ini, saya mencoba untuk mendekatkan diri dengan teman-teman lainnya. Hal ini saya lakukan untuk mengenal bagaimana karakter dari masing-masing orang.
Sedikit mengenalkan, saat pelaksanaan KKN berlangsung, kelompok kami tinggal di RW 03 Desa Rawa Kidang. Saya dan teman-teman perempuan (Qonita, Nadia, Fina dan Wulan) menempati rumah kediaman Bapak H. Andy, dan para laki-laki (Fariz, Alwi, Angri, Febri dan Awal) menempati Kantor Urusan Agama (KUA) yang lokasinya persis di sebelah rumah Bapak H. Andy.
KKN yang saya rasakan cukup jauh berbeda dengan apa yang saya pikirkan sebelumnya. Awalnya saya berpikir tinggal sebulan lamanya di suatu tempat yang asing merupakan hal yang sulit. Terlebih saya termasuk orang yang jarang jauh dari rumah. Tetapi hal tersebut jauh berbeda dari apa yang saya bayangkan sebelumnya.
Merasakan tinggal sebulan di tempat baru dan dengan teman-teman baru ternyata sangat amat menyenangkan dan penuh cerita. Masing-masing dari kami memiliki ciri khas sendiri yang tidak dapat saya lupakan. Kebiasaan-kebiasaan dan hal-hal menarik dari teman-teman menjadi sebuah memori yang melekat di benak saya.
Mulai dari Qonita, perempuan yang jika sudah cerita, asik sekali. Selain itu dia merupakan chef di kelompok ini. Wulan, perempuan yang sering menyerobot antrian mandi, namun sering membawa amunisi perut untuk kita semua.  Fina, perempuan yang pandai dalam bernegosiasi dan memberikan saya inspirasi dalam berpenampilan, ia juga sering membawa amunisi daging rendang untuk kita. Nadia, perempuan yang sering memberikan motivasi seputar masalah kehidupan dan teman ngerumpi di teras dapur. Nur, perempuan yang selalu mandi pertama dan membangunkan penghuni kamar untuk shalat subuh, ia juga sangat senang bernyanyi. Fariz, lelaki yang memiliki tatapan tajam dan suka bereksperimen memasak. Febri, lelaki humoris yang sering membuat ulah konyol tetapi mempunyai suara merdu. Alwi, lelaki yang hobinya berbicara dan dapat tertawa lebar meskipun hal tersebut tidak lucu. Angri, lelaki dengan suara merdu dan banyak memikat hati gadis desa. Serta Awal, lelaki pendiam dan misterius, namun mudah berbaur dengan anak-anak desa.
Pada minggu pertama pelaksanaan KKN, masih terasa sedikit canggung antara kami. Para wanita masih sedikit malu-malu ketika berada di kamar. Namun saya dan teman-teman perempuan menyiasatinya dengan sering bertukar cerita tentang kehidupan masing-masing, mulai dari kehidupan keluarga, perkuliahan, sampai masalah asmara. Lama kelamaan kami banyak mengetahui tentang kehidupan masing-masing, dan itulah yang membuat saya dan teman-teman perempuan menjadi semakin akrab setiap harinya, sehingga tak ada lagi rasa malu satu sama lain.
Saya merasa keakraban yang tercipta pada para perempuan merupakan keakraban yang benar-benar secara natural tercipta. Saya merasa seperti mempunyai 5 saudari kandung yang seumuran. Hampir setiap hari kami bertukar cerita, baik itu saat kami memasak, saat mencuci baju, saat ingin tidur, saat bangun tidur, saat waktu luang, dan saat ada kegiatan.
Selain banyak bertukar cerita, saya dan teman-teman perempuan juga selalu berbagi saat memiliki sesuatu, rasanya seperti barang milik bersama. Seperti gantungan baju yang dipakai oleh siapa saja yang membutuhkan, detergen yang dibawa oleh Wulan dan Nadia juga dipakai bersama, saling pinjam meminjam kerudung, baju, bahkan kaus kaki. Saya dan teman-teman perempuan juga memiliki rutinitas belanja makanan ringan untuk persediaan di kamar, dan sama seperti sebelumnya, kami selalu bersama-sama makan makanan tersebut meskipun bukan merupakan orang yang membelinya.
Ada satu hal yang saya syukuri dari kebersamaan dalam KKN ini, yaitu saya dan teman-teman alhamdulillah dapat makan dengan cukup dan baik. Saya sendiri merupakan perempuan yang tidak mempunyai keahlian memasak, begitupun dengan Nadia. Setiap saya dan Nadia mendapat giliran memasak, hampir setengah atau bahkan semua anggota turun ke dapur untuk membantu saya. Antara ingin membantu atau mereka takut merasakan makanan yang kurang lezat, yang terpenting saya dan Nadia selalu mendapat bala bantuan sehingga tidak kebingungan sendiri. Banyak dari perempuan yang memang memiliki keahlian memasak dan dapat dikatakan sangat baik untuk kalangan mahasiswa, seperti Qonita, Fina dan Nur. Qonita pula yang selalu menuruti keinginan menu makanan saya dan teman-teman, mulai dari nasi uduk, soto ayam, singkong coklat keju, seblak dan masih banyak lagi.
Seperti yang saya katakan di awal sub ini, karena tempat tinggal antara perempuan dan laki-laki terpisah, hal tersebut menjadi sebuah kendala kecil dalam kelompok. Karena tempat yang terpisah, komunikasi perempuan dan laki-laki sedikit lebih sulit daripada kelompok yang tinggal bersama di satu rumah.
Sedikit kesulitan dalam berkomunikasi inilah yang membuat seringnya terjadi kesalahpahaman persepsi antara perempuan dan laki-laki. Karena antara perempuan dan laki-laki tidak berada dalam satu bangunan yang sama, maka apabila dari pihak perempuan memiliki persepsi yang mengganjal di hati, tidak dapat langsung diutarakan kepada pihak laki-laki, begitu pun sebaliknya.
Saya banyak belajar mengenai arti kehidupan selama perjalanan mengabdi ini. Saya belajar untuk bangun pagi tepat waktu, belajar mengatur waktu dan memanfaatkan waktu luang sebaik-baiknya. Dari teman yang lain saya juga belajar memahami, toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Selain itu kegiatan ini mengajarkan saya untuk bergerak mandiri dan tidak boleh bergantung dengan orang lain. Tak jarang diantara kami terjadi perbedaan pendapat, namun dari situlah kami belajar saling memahami akan sikap dan sifat antar pribadi.
Kekhawatiran saya mengenai KKN sebelum pelaksanaan dimulai ternyata merupakan hal yang seharusnya tidak perlu saya khawatirkan, karena saya dan teman-teman dapat menghadapi berbagai rintangan yang ada dalam perjalanan ini. Kami pun sedikit banyak belajar bagaimana saling menghargai, saling meredam ego masing-masing, dapat bersosialisasi dengan masyarakat secara baik, serta memberikan kontribusi yang berarti untuk masyarakat.
Satu hal terpenting yang juga sangat saya syukuri dari perjalanan pengabdian ini adalah, saya dipertemukan dengan orang-orang hebat, orang-orang yang dapat merubah saya menjadi pribadi yang lebih disiplin, dan orang-orang yang memberikan saya banyak inspirasi dan motivasi untuk menjalankan kehidupan selanjutnya. Banyak pelajaran berharga tentang kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, toleransi, serta bagaimana meredam ego masing-masing, menjadi suatu hal yang tidak dapat ditemui di ruangan kelas.
Tersadar masa pelaksanaan KKN sudah kita lewati bersama. Suka duka bercampur menjadi sebuah kisah dalam 32 hari yang istimewa. Bagi saya tidak ada yang lebih menginspirasi dari apa yang telah saya pelajari dari kalian semua. Tidak ada yang lebih membahagiakan saat kita dapat diterima dalam suatu lingkungan baru dan dapat saling belajar mengenai arti kehidupan.

Citra Rawa Kidang dengan Segala Pembelajarannya
Hamparan lahan persawahan sejauh mata memandang. Nampak padi-padi yang hijau dan sedikit kekuning-kuningan di sebelah kanan dan kiri jalan. Langit berwarna jingga kemerah-merahan, serta sedikit awan menambah eksotis pemandangan yang terlihat. Ada pula pesawat yang terlihat besar sedang menembus keeksotisan langit ciptaan Tuhan. Selain itu nampak pula beberapa ibu rumah tangga sedang mencuci baju di kali yang airnya berwarna kecoklatan. Juga anak-anak kecil sedang mandi dan bermain air di dekat barisan para pencuci. Di sudut lain terdapat pemandangan bebek sedang baris berbaris mengikuti arus kali yang mengalir. Terlihat sangat rapi dan juga menarik.
Hal tersebut yang saya dapati saat hampir tiba di rumah yang akan saya dan teman-teman tinggali. Pemandangan yang sangat jauh berbeda dengan apa yang selama ini saya rasakan. Tidak ada gedung-gedung tinggi, pusat perbelanjaan, bahkan kemacetan. Dalam hati saya bergumam, bertapa beruntungnya saya dapat merasakan tinggal di tempat yang jauh dari polusi, kebisingan, dan kesemrawutan jalan seperti yang sehari-hari saya rasakan ketika di Jakarta
Sekitar pukul lima sore saya dan barisan para pemotor (Qonita, Fariz, Alwi, Febri dan Awal) tiba di rumah tempat berteduh selama KKN berlangsung. Teman-teman yang lain sudah terlebih dahulu tiba disana.
Pada malam hari, Rawa Kidang berubah menjadi lautan gelap sejauh mata memandang. Hamparan hijaunya padi sama sekali tak terlihat oleh kasat mata. Aura seram sedikit saya rasakan ketika melewati area persawahan. Namun hal itu hanya terjadi ketika berada di area persawahan. Saat memasuki area perkampungan, sudah terang benderang lagi. Memang saat malam hari, di desa ini termasuk sepi. Banyak dari pedagang di pinggir jalan sudah menuutup dagangan mereka, padahal waktu belum terlalu larut. Segera setelah itu kami bergegas untuk merapihkan barang-barang, sedikit mengisi perut dan kemudian beristirahat, karena keesokan harinya perjalanan mengabdi kami akan dimulai...
Minggu pertama perjalanan mengabdi kepada masyarakat saya dan teman-teman lalui dengan silaturahmi ke masyarakat sekitar dan aparatur desa. Satu persatu aparatur desa kami kunjungi, mulai dari Bapak Kepala Desa, Bapak RW 03 dan 04, Bapak RT dari masing-masing RW, Ibu-ibu PKK, sampai kepada Paguyuban yang ada.
Mendapat respon positif dari masyarakat dan apatur desa merupakan hal terindah dari perjalan ini. Saya dan teman-teman mendapatkan sambutan hangat dan penuh kekeluargaan oleh masyarakat Desa Rawa Kidang. Saya melihat adanya harapan dari masyarakat kepada kami. Harapan untuk memberikan kontribusi nyata bagi  masyarakat desa.
Hari demi hari kami jalani dengan penuh semangat demi memberikan yang terbaik bagi desa ini. Selama 32 hari menjalani hidup di desa yang tenang dan berbeda dengan perkotaan, banyak kesan baik yang saya dapati. Masyarakat yang begitu hangat dengan kedatangan kami, sehingga membuat saya dan teman-teman merasa nyaman dan sulit melupakan kenangan ini. Ibu PKK yang selalu sigap ketika saya dan teman-teman membutuhkan bantuan, Bapak RT dan Bapak Jaro (RW) yang selalu ada untuk membantu merealisasikan program kami, Keluarga Bapak H. Andy yang berbaik hati menumpangkan kami untuk tinggal di tempatnya, dan memberikan beberapa kemudahan kepada kami untuk menjalankan program kegiatan, Ustadzah Nani yang sangat-sangat menerima dengan tangan terbuka atas kedatangan kami saat ingin membantu di TPA yang beliau jalani, Paguyuban Nol Tiga (PNT) RW 03 yang juga menyambut dan menerima kedatangan kami serta saling berbagi pengetahuan, Guru-guru SDN Rawa Kidang yang menerima kami dengan sangat baik ketika kami ingin berkegiatan di sana, serta masyarakat yang menerima dan ikut berpartisipasi ketika kami mengadakan kegiatan, serta Bapak dan Ibu petani yang selalu semangat memanen padi. Pada intinya, masyarakat Desa Rawa Kidang merupakan masyarakat yang ramah dan menerima dengan sangat baik kedatangan kami, selaku orang asing.
Selain masyarakat kalangan dewasa, ada pula anak-anak,  baik di Desa Rawa Kidang ataupun di Kampung Paburan Desa Rawa Kidang. Mereka sangat antusias dengan kedatangan kami di desa mereka. Mereka pun sangat giat dalam mendapatkan pendidikan. Mereka selalu semangat berangkat ke sekolah, antusias ketika mendapatkan pelajaran baru dari kami, mengikuti beberapa pengajian di TPA yang berbeda, bahkan tak bosan ditambah dengan mengikuti pelajaran tambahan yang kami adakan sebagai bimbel harian. Selain dalam urusan pendidikan, mereka pun semangat dan antusias ketika kami mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan pola hidup sehat, seperti berolahraga dan mengonsumsi makanan yang baik, seperti minum susu.
Selama tinggal sebulan lamanya di Desa Rawa Kidang, banyak pembelajaran yang dapat saya petik dan saya jadikan acuan untuk hidup yang lebih baik. Seperti belajar menghargai adanya orang baru yang datang ke kehidupan kita, belajar menghargai perbedaan yang ada diantara warga, belajar menjadi lebih peka dengan problematika lingkungan sekitar, belajar disiplin dan menghargai waktu,  belajar membimbing anak-anak, belajar gotong royong, dan segala hal positif lainnya yang sangat bermanfaat untuk kehidupan saya di masyarakat.

Mengabdi Agar Bermanfaat Bagi Sesama
Desa Rawa Kidang, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Desa tersebut menjadi salah satu tempat yang tidak akan saya lupakan. Sebuah desa yang memiliki pemandangan menenangkan, dengan hamparan sawah memenuhi sudut pandang siapapun yang melihatnya.
Selama menjalani masa KKN ini, sedikit banyak saya mengetahui kekurangan dan kelebihan desa dari seluruh hal yang ada. Kurangnya tempat pembuangan sampah di pinggir jalan, membuat masyarakat menjadi suka membuang sampah di pinggir jalan. Hal ini menyebabkan sampah menjadi berserakan hingga ke badan jalan, dan membuat pemandangan menjadi kurang indah.
Selain itu, kurangnya tenaga pengajar di TPA sekitar desa, menjadi hal yang perlu diperhatikan kembali. Dari segi keinginan untuk mendapatkan pendidikan, desa ini sudah cukup baik dari segi sarana dan prasarana pendidikan. Namun satu hal yang menjadi sorotan yaitu, kurangnya minat dari para pelajar untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena mereka berpikir bahwa pendidikan di Perguruan Tinggi tidak terlalu penting, mengingat dengan tamatan SMA pun sudah dapat bekerja dan mencari uang. Selain itu, ketakutan akan mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua jika ingin melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi, menjadi salah satu alasan orang tua disana tidak menganjurkan anak-anak mereka untuk meneruskan pendidikan. Dari segi kesehatan, masyarakat kurang memperhatikan bagaimana menerapkan pola hidup sehat.
Hal inilah yang menjadikan saya dan teman-teman membuat program kerja yang sesuai untuk membantu mencerahkan dan memberdayakan masyarakat disana.  Mulai dari turut serta membantu memberikan pengajaran untuk Siswa SDN Rawa Kidang, membantu kegiatan di Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) pada tiga titik lokasi,  memberikan bantuan kepada adik-adik yang ingin mendapatkan pelajaran tambahan, memberikan inspirasi dan motivasi kepada siswa SMA agar berminat melanjutkan ke Perguruan Tinggi, mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis, mengadakan berbagai perlombaan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, kegiatan jalan sehat setiap hari minggu, membuat tempat pembuangan sampah yang dibutuhkan oleh masyarakat, pengadaan fasilitas untuk TPA dan majelis seperti meja belajar-kipas angin dan karpet, pengadaan alat ibadah seperti mukena dan Al-Qur’an.

Dengan harapan semoga apa yang saya dan teman-teman lakukan selama masa pengabdian, dapat bermanfaat bagi kami sendiri dari segi pengalaman, relasi, ilmu dan amalan. Bermanfaat pula bagi masyarakat untuk kedepannya, sehingga terus menerus dapat dikenang dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Desa Rawa Kidang.