Oleh: Devi
Andita Octavia
KKN
Sebagai Wujud Tri Dharma Perguruan Tinggi
Hari demi hari berlalu begitu cepat. Tanpa
terasa semester tujuh sudah di depan mata, yang akhirnya sampai dimana saya
harus mengaplikasikan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yakni Pengabdian
Kepada Masyarakat. Di dunia kampus, pengabdian kepada masyarakat ini disebut
dengan Kuliah Kerja Nyata (KKN).
Selama
kuliah dari semester satu sampai enam, saya lebih sering bergulat di dalam
ruangan kelas, dengan buku ataupun jurnal. Saat KKN inilah ilmu pengetahuan
yang selama di ruangan kelas telah saya peroleh, dimanfaatkan untuk
bersosialisasi dengan masyarakat dan berkontribusi secara nyata untuk memajukan
kesejahteraan masyarakat.
Persepsi
saya sebelum pelaksanaan KKN berjalan adalah, kegiatan ini sangat menguras
tenaga dan pikiran. Terlebih mengetahui bahwa saya akan tinggal sebulan lamanya
dengan orang-orang baru dan tidak saya kenal sebelumnya. Ada perasaan bingung,
cemas, juga senang dengan adanya kegiatan KKN ini. Bingung dan cemas mengetahui
bahwa saya akan tinggal dan mengabdi sebulan lamanya di suatu tempat yang tidak
saya ketahui, dan dengan orang yang
belum dikenal sebelumnya merupakan hal yang menurut saya wajar terjadi.
Selain
itu, kekhawatiran saya terhadap pelaksanaan KKN ialah kami selaku mahasiswa
datang ke suatu desa dengan membawa amanah yang besar, yakni saya dituntut
untuk menerapkan ilmu yang telah saya peroleh di kampus, memberikan inspirasi
bagi masyarakat untuk kehidupan yang lebih baik, serta memberikan kontribusi
nyata untuk masyarakat. Terlebih saya tidak mengetahui bagaimana adat istiadat,
kebiasaan dan budaya masyarakat desa tersebut. Bisa saja apa yang selama ini
saya anggap lumrah sebagai suatu kebiasaan, namun tidak seperti itu bagi
masyarakat di desa tersebut. Satu hal yang juga penting dalam menjalankan
amanah ini yaitu, saya harus memberikan citra positif sebagai mahasiswa,
terlebih dengan membawa nama besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Sebelum
pelaksanaan KKN, tentu ada tahap persiapan. Persiapan pelaksanaan KKN ini
memakan waktu sekitar kurang lebih empat bulan lamanya. Mulai dari pendaftaran,
pembekalan calon peserta, penetapan kelompok dan dosen pembimbing, survei
lokasi dan pembuatan proposal, sampai kepada tahap pelaksanaan KKN.
Seiring
berjalannya waktu, sampailah kami pada saat-saat mendekati pelaksanaan KKN.
Namun program kerja yang akan kami laksanakan di desa tersebut belum jelas
bagaimana konsep dan kapan saja waktu pelaksanaannya. Hal tersebut membuat saya
sedikit khawatir saat pelaksanaan KKN nanti, apakah akan berjalan dengan lancar
ataukah penuh dengan rintangan. Rintangan pasti ada, namun saya berpikir apakah
saya dan teman-teman mampu menghadapi rintangan tersebut? Kembali lagi pada kekhawatiran pertama, yaitu
kami baru saja dipertemukan kurang lebih empat bulan persiapan, dan belum
mengenal karakter dari masing-masing orang. Apakah saya dan teman-teman mampu meredam ego pribadi
saat pelaksanaan KKN nanti? Apakah saya dan teman-teman mampu beradaptasi
dengan lingkungan baru serta memberikan kontribusi nyata bagi masyarakat desa?
Itulah beberapa kekhawatiran saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung.
Namun
dibalik semua itu ada perasaan senang mendapatkan sepuluh teman baru yang akan
memberikan warna di kehidupan saya, selama sebulan pelaksanaan KKN. Teman baru
yang akan saya jadikan bahan cerita kepada anak-cucu saya nanti. Teman baru
yang akan memberikan banyak pelajaran berharga untuk kehidupan saya yang akan
datang.
Ya, itu
semua yang ada di benak saya sebelum pelaksanaan KKN berlangsung...
Kebersamaan Menjadi Persaudaraan
Setiap
perjalanan pasti mempunyai banyak hal yang terkenang, baik kenangan manis,
pahit, ataupun asam. Kemudian kenangan tersebut membaur menjadi satu sehingga
menghasilkan rasa yang penuh warna, penuh arti. Seperti kisah perjalanan 11
mahasiswa yang tengah menjalankan kewajiban mereka, yakni mengabdi di sebuah
desa yang berada di Kabupaten Tangerang, tepatnya di Desa Rawa Kidang,
Kecamatan Sukadiri.
Pada
tahap pembekalan calon peserta, saya mendapati masuk ke dalam kelompok 225.
Kemudian PPM mengarahkan semua calon peserta untuk berkumpul dengan kelompok
masing-masing. Akhirnya saya dan seluruh anggota kelompok 225 bertemu untuk
pertama kalinya di Auditorium Harun Nasution. Pada saat itu pula kami
memperkenalkan diri masing-masing dan mulai menyusun struktur kepengurusan
kelompok KKN.
Setelah
pertemuan pertama tersebut, saya dan teman-teman bertemu kembali untuk membahas
apa saja yang akan dipersiapkan jauh-jauh hari. Saat itu pula dicetuskanlah
sebuah nama untuk kelompok kami, yaitu Al-Adiyat. Al-Adiyat ini sendiri
merupakan akronim dari Aliansi Pengabdi Masyarakat. Sesuai dengan misi kami
yang akan memberikan pengabdian terbaik untuk masyarakat Desa Rawa Kidang.
Selama
masa persiapan pelaksanaan KKN ini, saya mencoba untuk mendekatkan diri dengan
teman-teman lainnya. Hal ini saya lakukan untuk mengenal bagaimana karakter
dari masing-masing orang.
Sedikit
mengenalkan, saat pelaksanaan KKN berlangsung, kelompok kami tinggal di RW 03
Desa Rawa Kidang. Saya dan teman-teman perempuan (Qonita, Nadia, Fina dan
Wulan) menempati rumah kediaman Bapak H. Andy, dan para laki-laki (Fariz, Alwi,
Angri, Febri dan Awal) menempati Kantor Urusan Agama (KUA) yang lokasinya
persis di sebelah rumah Bapak H. Andy.
KKN yang
saya rasakan cukup jauh berbeda dengan apa yang saya pikirkan sebelumnya.
Awalnya saya berpikir tinggal sebulan lamanya di suatu tempat yang asing
merupakan hal yang sulit. Terlebih saya termasuk orang yang jarang jauh dari
rumah. Tetapi hal tersebut jauh berbeda dari apa yang saya bayangkan
sebelumnya.
Merasakan
tinggal sebulan di tempat baru dan dengan teman-teman baru ternyata sangat amat
menyenangkan dan penuh cerita. Masing-masing dari kami memiliki ciri khas
sendiri yang tidak dapat saya lupakan. Kebiasaan-kebiasaan dan hal-hal menarik
dari teman-teman menjadi sebuah memori yang melekat di benak saya.
Mulai
dari Qonita, perempuan yang jika sudah cerita, asik sekali. Selain itu dia merupakan
chef di kelompok ini. Wulan, perempuan yang sering menyerobot antrian mandi,
namun sering membawa amunisi perut untuk kita semua. Fina, perempuan yang pandai dalam
bernegosiasi dan memberikan saya inspirasi dalam berpenampilan, ia juga sering
membawa amunisi daging rendang untuk kita. Nadia, perempuan yang sering
memberikan motivasi seputar masalah kehidupan dan teman ngerumpi di teras
dapur. Nur, perempuan yang selalu mandi pertama dan membangunkan penghuni kamar
untuk shalat subuh, ia juga sangat senang bernyanyi. Fariz, lelaki yang
memiliki tatapan tajam dan suka bereksperimen memasak. Febri, lelaki humoris
yang sering membuat ulah konyol tetapi mempunyai suara merdu. Alwi, lelaki yang
hobinya berbicara dan dapat tertawa lebar meskipun hal tersebut tidak lucu. Angri,
lelaki dengan suara merdu dan banyak memikat hati gadis desa. Serta Awal,
lelaki pendiam dan misterius, namun mudah berbaur dengan anak-anak desa.
Pada
minggu pertama pelaksanaan KKN, masih terasa sedikit canggung antara kami. Para
wanita masih sedikit malu-malu ketika berada di kamar. Namun saya dan
teman-teman perempuan menyiasatinya dengan sering bertukar cerita tentang
kehidupan masing-masing, mulai dari kehidupan keluarga, perkuliahan, sampai
masalah asmara. Lama kelamaan kami banyak mengetahui tentang kehidupan
masing-masing, dan itulah yang membuat saya dan teman-teman perempuan menjadi
semakin akrab setiap harinya, sehingga tak ada lagi rasa malu satu sama lain.
Saya
merasa keakraban yang tercipta pada para perempuan merupakan keakraban yang benar-benar
secara natural tercipta. Saya merasa seperti mempunyai 5 saudari kandung yang
seumuran. Hampir setiap hari kami bertukar cerita, baik itu saat kami memasak,
saat mencuci baju, saat ingin tidur, saat bangun tidur, saat waktu luang, dan
saat ada kegiatan.
Selain
banyak bertukar cerita, saya dan teman-teman perempuan juga selalu berbagi saat
memiliki sesuatu, rasanya seperti barang milik bersama. Seperti gantungan baju
yang dipakai oleh siapa saja yang membutuhkan, detergen yang dibawa oleh Wulan
dan Nadia juga dipakai bersama, saling pinjam meminjam kerudung, baju, bahkan
kaus kaki. Saya dan teman-teman perempuan juga memiliki rutinitas belanja
makanan ringan untuk persediaan di kamar, dan sama seperti sebelumnya, kami
selalu bersama-sama makan makanan tersebut meskipun bukan merupakan orang yang
membelinya.
Ada satu
hal yang saya syukuri dari kebersamaan dalam KKN ini, yaitu saya dan
teman-teman alhamdulillah dapat makan dengan cukup dan baik. Saya sendiri
merupakan perempuan yang tidak mempunyai keahlian memasak, begitupun dengan
Nadia. Setiap saya dan Nadia mendapat giliran memasak, hampir setengah atau
bahkan semua anggota turun ke dapur untuk membantu saya. Antara ingin membantu
atau mereka takut merasakan makanan yang kurang lezat, yang terpenting saya dan
Nadia selalu mendapat bala bantuan sehingga tidak kebingungan sendiri. Banyak
dari perempuan yang memang memiliki keahlian memasak dan dapat dikatakan sangat
baik untuk kalangan mahasiswa, seperti Qonita, Fina dan Nur. Qonita pula yang
selalu menuruti keinginan menu makanan saya dan teman-teman, mulai dari nasi
uduk, soto ayam, singkong coklat keju, seblak dan masih banyak lagi.
Seperti
yang saya katakan di awal sub ini, karena tempat tinggal antara perempuan dan
laki-laki terpisah, hal tersebut menjadi sebuah kendala kecil dalam kelompok.
Karena tempat yang terpisah, komunikasi perempuan dan laki-laki sedikit lebih
sulit daripada kelompok yang tinggal bersama di satu rumah.
Sedikit
kesulitan dalam berkomunikasi inilah yang membuat seringnya terjadi
kesalahpahaman persepsi antara perempuan dan laki-laki. Karena antara perempuan
dan laki-laki tidak berada dalam satu bangunan yang sama, maka apabila dari
pihak perempuan memiliki persepsi yang mengganjal di hati, tidak dapat langsung
diutarakan kepada pihak laki-laki, begitu pun sebaliknya.
Saya
banyak belajar mengenai arti kehidupan selama perjalanan mengabdi ini. Saya
belajar untuk bangun pagi tepat waktu, belajar mengatur waktu dan memanfaatkan
waktu luang sebaik-baiknya. Dari teman yang lain saya juga belajar memahami,
toleransi dan saling menghargai satu sama lain. Selain itu kegiatan ini
mengajarkan saya untuk bergerak mandiri dan tidak boleh bergantung dengan orang
lain. Tak jarang diantara kami terjadi perbedaan pendapat, namun dari situlah
kami belajar saling memahami akan sikap dan sifat antar pribadi.
Kekhawatiran
saya mengenai KKN sebelum pelaksanaan dimulai ternyata merupakan hal yang
seharusnya tidak perlu saya khawatirkan, karena saya dan teman-teman dapat
menghadapi berbagai rintangan yang ada dalam perjalanan ini. Kami pun sedikit
banyak belajar bagaimana saling menghargai, saling meredam ego masing-masing, dapat
bersosialisasi dengan masyarakat secara baik, serta memberikan kontribusi yang
berarti untuk masyarakat.
Satu hal
terpenting yang juga sangat saya syukuri dari perjalanan pengabdian ini adalah,
saya dipertemukan dengan orang-orang hebat, orang-orang yang dapat merubah saya
menjadi pribadi yang lebih disiplin, dan orang-orang yang memberikan saya
banyak inspirasi dan motivasi untuk menjalankan kehidupan selanjutnya. Banyak
pelajaran berharga tentang kebersamaan, persahabatan, persaudaraan, toleransi,
serta bagaimana meredam ego masing-masing, menjadi suatu hal yang tidak dapat
ditemui di ruangan kelas.
Tersadar
masa pelaksanaan KKN sudah kita lewati bersama. Suka duka bercampur menjadi sebuah
kisah dalam 32 hari yang istimewa. Bagi saya tidak ada yang lebih menginspirasi
dari apa yang telah saya pelajari dari kalian semua. Tidak ada yang lebih
membahagiakan saat kita dapat diterima dalam suatu lingkungan baru dan dapat
saling belajar mengenai arti kehidupan.
Citra Rawa Kidang dengan Segala Pembelajarannya
Hamparan lahan persawahan sejauh mata memandang. Nampak padi-padi
yang hijau dan sedikit kekuning-kuningan di sebelah kanan dan kiri jalan.
Langit berwarna jingga kemerah-merahan, serta sedikit awan menambah eksotis
pemandangan yang terlihat. Ada pula pesawat yang terlihat besar sedang menembus
keeksotisan langit ciptaan Tuhan. Selain itu nampak pula beberapa ibu rumah
tangga sedang mencuci baju di kali yang airnya berwarna kecoklatan. Juga anak-anak
kecil sedang mandi dan bermain air di dekat barisan para pencuci. Di sudut lain
terdapat pemandangan bebek sedang baris berbaris mengikuti arus kali yang mengalir.
Terlihat sangat rapi dan juga menarik.
Hal tersebut yang saya dapati saat hampir tiba di rumah yang akan
saya dan teman-teman tinggali. Pemandangan yang sangat jauh berbeda dengan apa
yang selama ini saya rasakan. Tidak ada gedung-gedung tinggi, pusat
perbelanjaan, bahkan kemacetan. Dalam hati saya bergumam, bertapa beruntungnya
saya dapat merasakan tinggal di tempat yang jauh dari polusi, kebisingan, dan
kesemrawutan jalan seperti yang sehari-hari saya rasakan ketika di Jakarta
Sekitar pukul lima sore saya dan barisan para pemotor (Qonita,
Fariz, Alwi, Febri dan Awal) tiba di rumah tempat berteduh selama KKN
berlangsung. Teman-teman yang lain sudah terlebih dahulu tiba disana.
Pada malam hari, Rawa Kidang berubah menjadi lautan gelap sejauh
mata memandang. Hamparan hijaunya padi sama sekali tak terlihat oleh kasat
mata. Aura seram sedikit saya rasakan ketika melewati area persawahan. Namun
hal itu hanya terjadi ketika berada di area persawahan. Saat memasuki area
perkampungan, sudah terang benderang lagi. Memang saat malam hari, di desa ini
termasuk sepi. Banyak dari pedagang di pinggir jalan sudah menuutup dagangan
mereka, padahal waktu belum terlalu larut. Segera setelah itu kami bergegas
untuk merapihkan barang-barang, sedikit mengisi perut dan kemudian beristirahat,
karena keesokan harinya perjalanan mengabdi kami akan dimulai...
Minggu pertama perjalanan mengabdi kepada masyarakat saya dan
teman-teman lalui dengan silaturahmi ke masyarakat sekitar dan aparatur desa.
Satu persatu aparatur desa kami kunjungi, mulai dari Bapak Kepala Desa, Bapak
RW 03 dan 04, Bapak RT dari masing-masing RW, Ibu-ibu PKK, sampai kepada
Paguyuban yang ada.
Mendapat respon positif dari masyarakat dan apatur desa merupakan
hal terindah dari perjalan ini. Saya dan teman-teman mendapatkan sambutan
hangat dan penuh kekeluargaan oleh masyarakat Desa Rawa Kidang. Saya melihat
adanya harapan dari masyarakat kepada kami. Harapan untuk memberikan kontribusi
nyata bagi masyarakat desa.
Hari demi hari kami jalani dengan penuh semangat demi memberikan
yang terbaik bagi desa ini. Selama 32 hari menjalani hidup di desa yang tenang
dan berbeda dengan perkotaan, banyak kesan baik yang saya dapati. Masyarakat
yang begitu hangat dengan kedatangan kami, sehingga membuat saya dan
teman-teman merasa nyaman dan sulit melupakan kenangan ini. Ibu PKK yang selalu
sigap ketika saya dan teman-teman membutuhkan bantuan, Bapak RT dan Bapak Jaro
(RW) yang selalu ada untuk membantu merealisasikan program kami, Keluarga Bapak
H. Andy yang berbaik hati menumpangkan kami untuk tinggal di tempatnya, dan memberikan
beberapa kemudahan kepada kami untuk menjalankan program kegiatan, Ustadzah
Nani yang sangat-sangat menerima dengan tangan terbuka atas kedatangan kami
saat ingin membantu di TPA yang beliau jalani, Paguyuban Nol Tiga (PNT) RW 03
yang juga menyambut dan menerima kedatangan kami serta saling berbagi
pengetahuan, Guru-guru SDN Rawa Kidang yang menerima kami dengan sangat baik
ketika kami ingin berkegiatan di sana, serta masyarakat yang menerima dan ikut
berpartisipasi ketika kami mengadakan kegiatan, serta Bapak dan Ibu petani yang
selalu semangat memanen padi. Pada intinya, masyarakat Desa Rawa Kidang
merupakan masyarakat yang ramah dan menerima dengan sangat baik kedatangan
kami, selaku orang asing.
Selain masyarakat kalangan dewasa, ada pula anak-anak, baik di Desa Rawa Kidang ataupun di Kampung
Paburan Desa Rawa Kidang. Mereka sangat antusias dengan kedatangan kami di desa
mereka. Mereka pun sangat giat dalam mendapatkan pendidikan. Mereka selalu
semangat berangkat ke sekolah, antusias ketika mendapatkan pelajaran baru dari
kami, mengikuti beberapa pengajian di TPA yang berbeda, bahkan tak bosan
ditambah dengan mengikuti pelajaran tambahan yang kami adakan sebagai bimbel
harian. Selain dalam urusan pendidikan, mereka pun semangat dan antusias ketika
kami mengadakan kegiatan yang berhubungan dengan pola hidup sehat, seperti
berolahraga dan mengonsumsi makanan yang baik, seperti minum susu.
Selama tinggal sebulan lamanya di Desa Rawa Kidang, banyak
pembelajaran yang dapat saya petik dan saya jadikan acuan untuk hidup yang
lebih baik. Seperti belajar menghargai adanya orang baru yang datang ke
kehidupan kita, belajar menghargai perbedaan yang ada diantara warga, belajar
menjadi lebih peka dengan problematika lingkungan sekitar, belajar disiplin dan
menghargai waktu, belajar membimbing
anak-anak, belajar gotong royong, dan segala hal positif lainnya yang sangat
bermanfaat untuk kehidupan saya di masyarakat.
Mengabdi
Agar Bermanfaat Bagi Sesama
Desa
Rawa Kidang, Kecamatan Sukadiri, Kabupaten Tangerang. Desa tersebut menjadi
salah satu tempat yang tidak akan saya lupakan. Sebuah desa yang memiliki
pemandangan menenangkan, dengan hamparan sawah memenuhi sudut pandang siapapun
yang melihatnya.
Selama
menjalani masa KKN ini, sedikit banyak saya mengetahui kekurangan dan kelebihan
desa dari seluruh hal yang ada. Kurangnya tempat pembuangan sampah di pinggir
jalan, membuat masyarakat menjadi suka membuang sampah di pinggir jalan. Hal
ini menyebabkan sampah menjadi berserakan hingga ke badan jalan, dan membuat
pemandangan menjadi kurang indah.
Selain
itu, kurangnya tenaga pengajar di TPA sekitar desa, menjadi hal yang perlu
diperhatikan kembali. Dari segi keinginan untuk mendapatkan pendidikan, desa
ini sudah cukup baik dari segi sarana dan prasarana pendidikan. Namun satu hal
yang menjadi sorotan yaitu, kurangnya minat dari para pelajar untuk melanjutkan
pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi. Karena mereka berpikir bahwa
pendidikan di Perguruan Tinggi tidak terlalu penting, mengingat dengan tamatan
SMA pun sudah dapat bekerja dan mencari uang. Selain itu, ketakutan akan
mahalnya biaya yang harus dikeluarkan oleh orang tua jika ingin melanjutkan
pendidikan ke Perguruan Tinggi, menjadi salah satu alasan orang tua disana
tidak menganjurkan anak-anak mereka untuk meneruskan pendidikan. Dari segi
kesehatan, masyarakat kurang memperhatikan bagaimana menerapkan pola hidup
sehat.
Hal
inilah yang menjadikan saya dan teman-teman membuat program kerja yang sesuai
untuk membantu mencerahkan dan memberdayakan masyarakat disana. Mulai dari turut serta membantu memberikan
pengajaran untuk Siswa SDN Rawa Kidang, membantu kegiatan di Taman Pendidikan
Al-Quran (TPA) pada tiga titik lokasi,
memberikan bantuan kepada adik-adik yang ingin mendapatkan pelajaran
tambahan, memberikan inspirasi dan motivasi kepada siswa SMA agar berminat melanjutkan
ke Perguruan Tinggi, mengadakan pemeriksaan kesehatan gratis, mengadakan berbagai
perlombaan untuk memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia, kegiatan jalan sehat
setiap hari minggu, membuat tempat pembuangan sampah yang dibutuhkan oleh
masyarakat, pengadaan fasilitas untuk TPA dan majelis seperti meja belajar-kipas
angin dan karpet, pengadaan alat ibadah seperti mukena dan Al-Qur’an.
Dengan
harapan semoga apa yang saya dan teman-teman lakukan selama masa pengabdian, dapat
bermanfaat bagi kami sendiri dari segi pengalaman, relasi, ilmu dan amalan.
Bermanfaat pula bagi masyarakat untuk kedepannya, sehingga terus menerus dapat
dikenang dan dirasakan manfaatnya oleh seluruh masyarakat Desa Rawa Kidang.