Setiap orang pasti punya cita-citanya masing-masing. Mulai
dari anak-anak sampai orang dewasa sekalipun. Saat kita masih balita pasti
pernah ditanya “apa cita-cita kamu saat sudah besar nanti?”.
Okey, kali ini gue mau berbagi cerita tentang perubahan cita-cita
gue mulai dari balita sampai saat ini. Gue masih inget banget saat guru TK gue,
namanya Bu Ojah, nanya “depi kalo udah besar mau jadi apa?”. Gue dengan
polosnya jawab “mau jadi kasir, bu”. Ehm baiklah, saat itu gue anak berusia lima tahun yang mempunyai cita-cita
menjadi seorang kasir. Namanya juga anak-anak yang berpikir kalo seorang kasir itu punya uang banyak
banget, tiap hari cuma berkutik dengan uang dan komputer.
Beranjak ke jenjang sekolah dasar. Saat itu gue kelas dua.
Ketika pelajaran bahasa Indonesia, guru gue nanya ke tiap anak tentang
cita-cita mereka. Mungkin saat itu gue udah ngerti makna cita-cita
sesungguhnya. Dengan mantap gue menjawab bahwa cita-cita gue mau jadi polwan.
Simple aja, menurut gue yang saat itu berusia tujuh tahun, jadi polwan itu
keren. Keren karena seorang wanita bisa jadi polisi. Dengan style rambut
pendek, pakai seragam polisi, membawa pistol, itu hal yang cool bangeet.
Semakin gue bertambah umur, cita-cita gue berubah lagi
(labil). Ketika umur gue sebelas tahun, dengan penuh keyakinan gue mau jadi
dokter. Dokter itu keren banget. Pake jas putih, bawa stetoskop, bawa suntikan
dan dikawal oleh para perawat. Dokter pekerjaan mulia, dan tentunya banyak uang
haha. Bisa ngobatin orang sakit, dan satu lagi alesan gue bercita-cita jadi
seorang dokter yaitu kalo keluarga gue
ada yang sakit, gak perlu susah susah berobat ke tempat lain. Cita-cita gue ini
didukung sama orangtua. Ayah dan ibu gue juga berharap agar kelak gue bisa jadi
dokter yang dermawan dan baik hati.
Tapi lama-kelamaan gue malah pengen jadi dokter hewan. itu
cita-cita gue saat mau beranjak masuk smp. Entah apa alasannya gue memilih mau
jadi dokter hewan, padahal ngeliat cicak sama kecoa aja takut. Pokoknya udah
niat banget nanti kalo gede mau jadi dokter hewan. Namuuuuun lagi-lagi seiring
berjalannya waktu cita-cita gue berubah (lagi). Saat smp (lebih tepatnya mts)
kelas tiga, gue melupakan cita-cita sebagai dokter hewan dan membayangkan
menjadi pramugari. Weitsss pramugari!! Wanita berparas cantik, badan semampai,
berambut panjang, anggun. Tapi berhubung badan gue gak mendukung, dan mata gue
pun minus, gue mengurungkan cita-cita itu dan beralih mau jadi penerjemah. Eaea
translator lebih kerennya. Gue mau jadi penerjemah bahasa asing. Padahal gue
gakbisa bahasa inggris, dan gak begitu fasih bahasa arab. Tapi gue bertekad mau
jadi penerjemah.
Penerjemah orang-orang yang kesulitan berkomunikasi antar
bahasa. Bagi gue, bahasa itu istimewa. Tanpa bahasa kita akan kesulitan
berkomunikasi. Bisa sih pake bahasa isyarat, cuma ribet ah. Sebagai warga
Negara Indonesia, tentunya gue juga sangat mencintai bahasa negri sendiri.
Cita-cita gue sebagai translator semakin kukuh sampai memasuki kelas dua aliyah. Kebetulan di aliyah gue ada pelajaran
bahasa jepang. Dan I like it. Bahasa jepang bagi gue unik. Bukan hanya
bahasanya, tapi gue juga suka kebudayaannya. Saat itu gue berpikir “oke, gue
mau jadi penerjemah bahasa jepang.” Keyakinan gue makin bertambah saat Nur’aini
sensei (guru bahasa jepang) gue cerita bahwa ada salah seorang temen kuliahnya
yang sekarang jadi penerjemah bahasa jepang daaan dia udah keliling jepang
bahkan ke beberapa Negara untuk menemani seorang direktur yang kesulitan
berbahasa jepang dan inggris. Sensei juga cerita kalo beberapa temennya jadi karyawan
di perusahaan besar yang masih ada kaitannya dengan jepang. Setelah mendengar
cerita sensei tentang itu, gue mantap kalo kuliah nanti mau masuk jurusan sastra jepang.
Meningkat ke kelas tiga aliyah, gue juga bercita-cita
menjadi seorang pembaca berita tanpa melupakan cita-cita gue menjadi seorang
penerjemah. Presenter berita idola gue
itu Putra Nababan. Menurut gue jadi seorang News reading itu keren. Seorang
pembaca berita pasti wawasannya luas, pikirannya kritis, dan penampilannya
menarik. Maka dari itu gue juga berpikir kalo kuliah nanti mau ngambil jurusan
komunikasi.
Selain jadi penerjemah dan pembaca berita, gue juga pengen
banget menjadi seorang penulis. Penulis idola gue itu Raditya Dika. Buku-buku
bang radit membawa suasana baru di dunia sastra.
Dan sampai saat gue ngeblog tulisan ini, cita-cita gue tetep
sama, yaitu mau menjadi seorang News Reading yang merangkap sebagai translator
sekaligus penulis. Haha. Kebanyakan yaaaaa.
Pokoknya cita-cita gue itu gak mau hanya sekedar cita-cita,
gue harus berusaha meraih dan mewujudkannya. Dengan usaha, keyakinan, kerja
keras, do’a, keridha-an kedua orang tua, dan lain-lain, insyaAllah…
Kalo kata pepatah siiih “Raih-lah Cita-Cita mu Setinggi
Langit”
Finally, itu cita-citaku, bagaimana dengan cita-citamu?!