Selasa, 09 Juli 2013

cita-cita dari masa ke masa



Setiap orang pasti punya cita-citanya masing-masing. Mulai dari anak-anak sampai orang dewasa sekalipun. Saat kita masih balita pasti pernah ditanya “apa cita-cita kamu saat sudah besar nanti?”.

Okey, kali ini gue mau berbagi cerita tentang perubahan cita-cita gue mulai dari balita sampai saat ini. Gue masih inget banget saat guru TK gue, namanya Bu Ojah, nanya “depi kalo udah besar mau jadi apa?”. Gue dengan polosnya jawab “mau jadi kasir, bu”. Ehm baiklah, saat itu gue anak  berusia lima tahun yang mempunyai cita-cita menjadi seorang kasir. Namanya juga anak-anak yang berpikir  kalo seorang kasir itu punya uang banyak banget, tiap hari cuma berkutik dengan uang dan komputer.

Beranjak ke jenjang sekolah dasar. Saat itu gue kelas dua. Ketika pelajaran bahasa Indonesia, guru gue nanya ke tiap anak tentang cita-cita mereka. Mungkin saat itu gue udah ngerti makna cita-cita sesungguhnya. Dengan mantap gue menjawab bahwa cita-cita gue mau jadi polwan. Simple aja, menurut gue yang saat itu berusia tujuh tahun, jadi polwan itu keren. Keren karena seorang wanita bisa jadi polisi. Dengan style rambut pendek, pakai seragam polisi, membawa pistol, itu hal yang cool bangeet.

Semakin gue bertambah umur, cita-cita gue berubah lagi (labil). Ketika umur gue sebelas tahun, dengan penuh keyakinan gue mau jadi dokter. Dokter itu keren banget. Pake jas putih, bawa stetoskop, bawa suntikan dan dikawal oleh para perawat. Dokter pekerjaan mulia, dan tentunya banyak uang haha. Bisa ngobatin orang sakit, dan satu lagi alesan gue bercita-cita jadi seorang dokter yaitu  kalo keluarga gue ada yang sakit, gak perlu susah susah berobat ke tempat lain. Cita-cita gue ini didukung sama orangtua. Ayah dan ibu gue juga berharap agar kelak gue bisa jadi dokter yang dermawan dan baik hati.

Tapi lama-kelamaan gue malah pengen jadi dokter hewan. itu cita-cita gue saat mau beranjak masuk smp. Entah apa alasannya gue memilih mau jadi dokter hewan, padahal ngeliat cicak sama kecoa aja takut. Pokoknya udah niat banget nanti kalo gede mau jadi dokter hewan. Namuuuuun lagi-lagi seiring berjalannya waktu cita-cita gue berubah (lagi). Saat smp (lebih tepatnya mts) kelas tiga, gue melupakan cita-cita sebagai dokter hewan dan membayangkan menjadi pramugari. Weitsss pramugari!! Wanita berparas cantik, badan semampai, berambut panjang, anggun. Tapi berhubung badan gue gak mendukung, dan mata gue pun minus, gue mengurungkan cita-cita itu dan beralih mau jadi penerjemah. Eaea translator lebih kerennya. Gue mau jadi penerjemah bahasa asing. Padahal gue gakbisa bahasa inggris, dan gak begitu fasih bahasa arab. Tapi gue bertekad mau jadi penerjemah.

Penerjemah orang-orang yang kesulitan berkomunikasi antar bahasa. Bagi gue, bahasa itu istimewa. Tanpa bahasa kita akan kesulitan berkomunikasi. Bisa sih pake bahasa isyarat, cuma ribet ah. Sebagai warga Negara Indonesia, tentunya gue juga sangat mencintai bahasa negri sendiri. Cita-cita gue sebagai translator semakin kukuh sampai memasuki kelas dua  aliyah. Kebetulan di aliyah gue ada pelajaran bahasa jepang. Dan I like it. Bahasa jepang bagi gue unik. Bukan hanya bahasanya, tapi gue juga suka kebudayaannya. Saat itu gue berpikir “oke, gue mau jadi penerjemah bahasa jepang.” Keyakinan gue makin bertambah saat Nur’aini sensei (guru bahasa jepang) gue cerita bahwa ada salah seorang temen kuliahnya yang sekarang jadi penerjemah bahasa jepang daaan dia udah keliling jepang bahkan ke beberapa Negara untuk menemani seorang direktur yang kesulitan berbahasa jepang dan inggris. Sensei juga cerita kalo beberapa temennya jadi karyawan di perusahaan besar yang masih ada kaitannya dengan jepang. Setelah mendengar cerita sensei tentang itu, gue mantap kalo kuliah nanti mau masuk  jurusan sastra jepang.

Meningkat ke kelas tiga aliyah, gue juga bercita-cita menjadi seorang pembaca berita tanpa melupakan cita-cita gue menjadi seorang penerjemah. Presenter berita idola  gue itu Putra Nababan. Menurut gue jadi seorang News reading itu keren. Seorang pembaca berita pasti wawasannya luas, pikirannya kritis, dan penampilannya menarik. Maka dari itu gue juga berpikir kalo kuliah nanti mau ngambil jurusan komunikasi.
Selain jadi penerjemah dan pembaca berita, gue juga pengen banget menjadi seorang penulis. Penulis idola gue itu Raditya Dika. Buku-buku bang radit membawa suasana baru di dunia sastra.

Dan sampai saat gue ngeblog tulisan ini, cita-cita gue tetep sama, yaitu mau menjadi seorang News Reading yang merangkap sebagai translator sekaligus penulis. Haha. Kebanyakan yaaaaa.
Pokoknya cita-cita gue itu gak mau hanya sekedar cita-cita, gue harus berusaha meraih dan mewujudkannya. Dengan usaha, keyakinan, kerja keras, do’a, keridha-an kedua orang tua, dan lain-lain, insyaAllah…

Kalo kata pepatah siiih “Raih-lah Cita-Cita mu Setinggi Langit”

Finally, itu cita-citaku, bagaimana dengan cita-citamu?!